MAKALAH
PANDANGAN
TEORI BELAJAR
CONDISIONING, KOGNITIF, DAN SOCIAL LEARNING DALAM MENANGANI ANAK HIPERAKTIF
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Kompensatoris Anak Hiperaktif”
Dosen: Dewi Ratih Rapisa, M.Pd
Disusun Oleh:
NORZAENI
(A1F112202)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya
panjatkan kahadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karuniaNya jualah saya
dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam kesempatan ini tak lupa juga saya
ucapkan terimakasih kepada : Ibu Dewi Ratih Rafisa, M.Pd Sealku dosen pengampu
mata kuliah Kompensatoris Anak Hiperaktif.
Berikut ini penulis mempersembahkan
sebuah makalah dengan judul “ Alternatif Pandangan Teori Belajar untuk
Menangani Anak Hiperaktif”, yang menurut saya dapat memberikan manfaat yang
besar bagi kita untuk mempelajari Anak Hiperaktif.
Melalui
kata penganta ini aya lebih dahulu meminta maaf dan memohon maklum bila mana
isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat atau
menyinggung perasaan pembaca. Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini
dengan penuh rasa terimakasih dan smoga Allah AWT memberkahi makalah ini
sehingga dapat memberikan manfaat, kepada pembaca saya memohon saran dan Kritik
guna membangun agar lebih baik lagi.
Banjarmasin,
16 Maret 2014
Norzaeni
A1F112202
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Mendidik
anak untuk bisa pintar mungkin bisa dilakukan oleh siapa saja. Tetapi mendidik
anak untuk mempunyai emosi yang stabil, tidak semua orang bisa melakukannya.
Dibutuhkan orang tua dan guru yang sabar, serius, ulet, serta mempunyai
semangat dedikasi tinggi dalam memahami dinamika kepribadian anak. Perilaku
siswa usia sekolah saat ini banyak dikeluhkan guru.
Para
guru mengeluh sikap anak- anak yang sangat sulit di atur (hiperaktif) emosinya
di kelas. Terhadap kondisi siswa yang demikian, biasanya para guru sangat susah
mengatur dan mendidiknya. Di samping karena keadaan dirinya yang sangat sulit
untuk tenang, juga karena anak hiperaktif sering mengganggu orang lain, suka
memotong pembicaran guru atau teman, dan mengalami kesulitan dalam memahami
sesuatu yang diajarkan guru kepadanya.
Selain
itu juga, prestasi belajar anak hiperaktif juga tidak bisa maksimal. Untuk
itulah dibutuhkan suatu pendekatan untuk membantu anak-anak yang hiperaktif
tersebut supaya mereka dapat memaksimalkan potensi diri dan meningkatkan
prestasinya. Pendekatan ini yaitu dengan adanya bimbingan konseling berupa
layanan atau treatment yang sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga dengan
demikian, diharapkan setiap anak akan memperoleh haknya untuk mendapatkan
pendidikan yang terbaik tanpa terkecuali, karena pengajaran yang diberikan
telah disesuaikan dengan kemampuan dan kesulitan yang dimilikinya.
Dalam psikologi, belajar
tidak diartikan sebagaimana pengertian sehari-hari yang digunakan orang. Dalam
kehidupan sehari-hari belajaar dapat diartaikan orang secara terbatas dengan
menghafal atau mencari atau memperoleh pengetahuan. (M. Alisuf Sabri, 1996: 54)
Oleh karenanya, pemahaman
yang benar mengenai arti belajar dengan segala asfek, bentuk, dan
menifestasinya mutlak diperlukan oleh setiap orang terutama para tenaga
pendidik. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi terhadap proses belajar dan hal-hal yang berkaitan dengannya mungkin
akan mengakibatkan kurang bermutunya
hasil pembelajaran yang di capai oleh peserta didik. (Muhibbin Syah, 2013: 87)
Terkait dengan hal yang
terkemuka di atas, maka di sini penulis akan mengungkapkan lebih jauh mengenai
belajar secara lebih luas dan sesuai dengan bagaimana pandangan teori belajar
untuk menangani anak hiperaktif.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
hal-hal yang tertulis di atas dalam latar belakang, maka dalam hal ini akan
merumuskan permasalahan dalam beberapa pertayaan:
1. Bagaimanakah
anak hiperaktif dan masalah yang dialami anak hiperaktif ?
2. Bagaimana
Pandangan Teori Conditioning untuk
menangani anak hiperaktif ?
3. Bagaimana
Pandangan Teori Kognitive untuk menangani
Anak hiperaktif ?
4. Bagaimana
Pandangan Terori Sosial Learning untuk menangani anak huperaktif ?
C.Tujuan Masalah
Denagn
bedasarkan kepada poin-poin pertayaan tersebut di atas maka tujuan dalam
penulisan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui
dan memahami yang dimaksud anak hiperaktif danapa saja masalah yang di alami
anak hiperaktif.
2. Mengetahui
dan memahami pandangan teori Conditioning dalam menangani anak hiperaktif.
3. Mengetahui
dan memahami pandangan Teori Kognitive dalam menangani anak hiperaktif.
4. Mengetahui
dan memahami pandangan teori Learning untuk menangani anak huperaktif.
C.
Sistematika
Penulisan
Sistematika
penilisan yang diharapkan untuk menyajikan gambarab singkat mengenai
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini, sehingga akan memperoleh
gambaran yang jelas tentang isi dari penulisan ini terdiri dari tiga bab
diantaranya :
BAB
I PENDAHULAUN
Berisi
latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan sistematika penulisan
BAB
II
Berisi
Pengertian anak hiperatif dan masalah yang dialami anak hiperaktif
Berisi
pandangan teori Conditioning dalam menangani anak hiperaktif
Berisi
pandangan teori Kognitive dalam menangani anak hiperaktif
Berisi
pandangan teori Learning untuk menangani anak huperaktif
BAB
III PENUTUP
Berisi
kesimpulan
BAB II
A.Landasan Teori
A.1. Pengertian
anak hiperatif dan Masalah yang Dialami Anak Hiperaktif
hiperaktif adalah anak yang
mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau
attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut
sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain
dysfunction syndrome. Gangguan hiperkinetik adalah gangguan pada anak yang
timbul pada masa perkembangan dini (sebelum berusia tujuh tahun) dengan ciri
utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif dan impulsif. Ciri perilaku
ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut hingga dewasa. Dr. Seto
Mulyadi dalam bukunya “Mengatasi Problem Anak Sehari-hari“ mengatakan
pengertian istilah
Para
ahli mempunyai perbedaan pendapat mengenai hal ini, akan tetapi mereka membagi
ADHD ke dalam tiga jenis yaitu :
1.
Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian.
Mereka
sangat mudah terganggu perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif atau Impulsif.
Mereka tidak menunjukkan gejala hiperaktif. Tipe ini kebanyakan ada pada anak
perempuan. Mereka seringkali melamun dan dapat digambarkan seperti sedang
berada “di awang-awang”.
2.
Tipe anak yang hiperaktif dan impulsive.
Mereka
menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif, tetapi bisa memusatkan
perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anak- anak kecil.
3.Tipe gabungan
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya,
hiperaktif dan impulsif. Kebanyakan anak anak termasuk tipe seperti ini. Jadi
yang dimaksud dengan hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada seseorang yang
menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh perhatian dan
impulsif (bertindak sekehendak hatinya).
A.1.2. Teori Pembiasaan respons
(Operant Conditioning)
A.1.2.1 Pengertian
Operant
Conditioning merupakan ilmu yang mempelajari perilaku berdasarkan eksperimen.
Operant Conditioning menunjukkan suatu proses modifikasi unit-unit perilaku
alih peristiwa-peristiwa yang mengikuti perubahan tersebut. Pendekatan ini
ditandai dengan analisis yang bersifat deterministik dan eksperimental suatu
perilaku. Selain itu juga ditandai oleh adanya konsentrasi (pemusatan) pada
suatu perilaku operant (respon). Walaupun demikian pendekatan ini tidak
mengabaikan perilaku yang bersifat intrinsik dan refleksif. Penggunaan
pendekatan ini hanya untuk perilaku yang dapat diamati, diukur dan direproduksi
kembali. Peranan lingkungan banyak menentukan dalam perubahan perilaku.
Pendekatan kondisioning aktif telah menunjukkan bagaimana perilaku dapat
dikontrol oleh lingkungan dan lingkungan dapat digambarkan secara obyektif dan
terperinci.
Tujuan
utama kondisioning aktif adalah meramalkan dan memanipulasi terjadinya suatu
perilaku tertentu di bawah satu kondisi lingkungan tertentu. Sehingga salah
satu urutan terpenting pada pendekatan operant ini adalah tingkat terjadinya
perilaku di bawah kondisi tertentu. Di dalam kondisioning aktif, bahwa suatu
perilaku terjadi tersusun dari unit-unit yang disebut respon. Di samping itu
lingkungan tersusun juga dengan berbagai unit-unit. Konsep yang paling mendasar
pada pendekatan ini adalah semua perilaku tidak perlu dipaksakan dari individu
oleh lingkungan. Pendekatan kondisioning aktif lebih menekankan pada pemberian
sejumlah reinforced dan respon. Perilaku yang dapat dipengaruhi oleh pendekatan
ini seperti berbicara, tersenyum, bekerja, membaca, dan perilaku lainnya. Jenis
terapi dengan pendekatan kondisioning aktif ini juga dapat digunakan untuk
mengurangi perilaku mal-adjusted, agresif, hiperaktif dan perilaku yang lain.
A.1.3. Kondisioning Melalui Penolakan
A.1.3.1 Pengertian
Kondisioning
melalui penolakan ini dapat dilakukan melalui latihan asertif atau latihan
keterampilan sosial. Perilaku asertif adalah perilaku antar personal yang
melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku
asertif dilakukan dengan mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang
lain.
Singgih D. Gunarso (1992) menyatakan perilaku
asertif digolongkan pada tiga kategori, yaitu :
1.Asertif
penolakan
Dapat dilakukan dengan halus seperti maaf.
Pada anak hiperaktif guru dapat melakukan dengan ucapan tegas, seperti jangan,
tidak boleh. Pada anak itu sendiri dapat dilatihkan dengan mengatakan “maaf
saya tidak mau”, dan seterusnya.
2.
Asertif pujian
Ditandai
oleh kemampuan untuk mengekspresikan perasaan setuju, cocok, senang, mencintai,
mengagumi, memuji dan bersyukur.
3.Asertif
permintaan
Merupakan
latihan meminta orang lain melakukan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tanpa
tekanan atau paksaan. Latihan asertif ini cocok untuk menangani masalah
perilaku hiperaktif dan perilaku agresif yang sering ada pada anak hiperaktif
Robert (1975) menyatakan salah satu cara untuk mengurangi perilaku hiperaktif
adalah dengan latihan asertif. Corey (1991) menyatakan latihan asertif dapat
dilakukan pada anak-anak yang :
a.
Mengalami kesulitan untuk mengatakan “tidak”.
b.
Tidak dapat mengekspresikan perasaan marah atau tersinggung.
c.
Kesulitan mengekspresikan perasaan dan respon-respon yang positif.
d.
Terlalu sopan.
e.
Merasa tidak dapat mengekspresikan perasaan dan pikiran.
A.1.4. Classic conditioning ( pengkondisian
atau persyaratan klasik
A.1.4.1. Pengertian
Adalah
proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana
perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara
berulang- ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-
eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh
pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari
perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral
dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan
tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti
yang benar jika ia berbuat sesuatu.
Tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks
berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses
kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya
dihubungkan dengan rangsang- rangsang tak berkondisi lama- kelamaan dihubungkan
dengan rangsang berkondisi. Classical conditioning merupakan sebuah bentuk pengkondisian
di mana seorang individu merespon rangsangan yang biasanya tidak akan
menghasilkan respons tersebut. Dalam konteks ini ada dua hal yang harus
dipenuhi, yaitu rangsangan yang dikondisikan (conditioned stimulus) dan
respons.
A.1.5.Teori Belajar Kognitive
A.1.5.1.
Pengertian
Pada dasarnya belajar adalah suatu
proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia
sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk
memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku,
ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Teori belajar
kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi
dalam akal pikiran manusia. Secara umum, terdapat tiga macam teori belajar yang
sudah dikenal, yakni: Teori belajar Behavioristik, Teori Belajar Kognitif dan
teori Belajar Konstruktivistik.
Teori
belajar kognitif menjelaskan belajar dengan memfokuskan pada perubahan proses
mental dan struktur yang terjadi sebagai hasil dari upaya untuk memahami dunia.
teori belajar kognitif yang digunakan untuk menjelaskan tugas-tugas yang
sederhana seperti mengingat nomor telepon dan kompleks seperti pemecahan
masalah yang tidak jelas. Teori belajar kognitif didasarkan pada empat prinsip
dasar:
1.
Pembelajar aktif dalam upaya untuk memahami pengalaman.
2.
Pemahaman bahwa pelajar mengembangkan tergantung pada apa yang telah mereka
ketahui.
3.
Belajar membangun pemahaman dari pada catatan.
4. Belajar adalah perubahan dalam struktur
mental seseorang.
A.1.6. Teori Belajar Sosial Learning
A.1.6.1.
Pengertian
Teori Belajar Sosial (Social Learning
pendekatan teori belajar terhadap kepribadian, teori belajar sosial berpangkal
pada dalili bahwa tingkah laku manusia sebagian besar adalah hasil pemerolehan,
dan bahwa prinsip- prinsip belajar adalah cukup untuk menjelaskan bagaimana
tingkah laku berkembang dan menetap. Akan tetapi, teori-teori sebelumnya selain
kurang memberi perhatian pada konteks sosial dimana tingkah laku ini muncul,
juga kurang menyadari fakta bahwa banyak peristiwa belajar yang penting terjadi
dengan perantaraan orang lain. Artinya, sambil mengamati tingkah laku orang
lain, individu-individu belajar mengimitasi atau meniru tingkah laku tersebut
atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain model bagi dirinya.
Dalam bukunya terbutan 1941, Social
larning and imitation, Miller dan Dollard telah mengakui peranan penting
proses- proses imitatif dalam perkembangan kepribadian dan telah berusaha
menjelaskan beberapa jenis tingkah laku imitatif tertentu. Tetapi hanya sedikit
pakar lain peneliti kepribadia mencoba memasukan gejala belajar lewat observasi
ke dalam teori-teori belajar mereka, bahkan Miller dan Dollard pun jarang
menyebut imitasi dalam tulisan-tulisan mereka yang kemudian. Bandura tidak
hanya berusaha memperbaiki kelalaian tersebut, tetapi juga memperluas analisis
terhadap belajar lewat observasi ini melampaui jenis-jenis situasi terbatas
yang ditelaah oleh Miller dan Dollard.
B.Pembahasan
B.1.
Teori kondisioning
B.1.1.
Asumsi Teori
Berdasarkan
uraian pada landasan
teori tersebut
di atas maka
ada dua hal pokok dalam pendekatan kondisioning aktif, yaitu perilaku dan
lingkungan. Perilaku dalam pengertian operant ini adalah segala sesuatu yang
dikerjakan oleh inidvidu. Hampir semua perilaku seperti lari, bicara, berpikir,
dan aktivitas lain yang dapat diamati. Lingkungan dalam pengertian ini adalah
formula yang menyangkut segala sesuatu yang mempunyai efek terhadap individu,
baik dengan segera atau tidak. Lingkungan melibatkan inidvidu itu sendiri,
karena penentu perilaku saat ini adalah mungkin perilaku sebelumnya. Kejadian
yang mengikuti hanya peristiwa lingkungan sebagai konsekuensi peristiwa yang
mengikutinya. Dalam kondisioning aktif ini penekanannya diberikan kemungkinan
(probabilitas) terjadinya suatu perilaku. Pengertian probabilitas adalah
frekuensi terjadinya perilaku di bawah kondisi lingkungan tertentu.
B.1.2. Langkah-langkah Penerapan Teknik
Kondisioning Aktif
Suharmini
(2005) menjelaskan langkah-langkah penanganan anak hiperaktif dengan
menggunakan pendekatan operant conditioning, yaitu :
a. Pahami perilaku hiperaktif. Perilaku
yang sering dilakukan seperti :
1)
Tidak mampu berkonsentrasi.
2)
Kurang control dalam berperilaku dan berbicara.
3)
Aktivitas sangat tinggi tanpa tujuan.
4)
Agresif, seperti memukul dan mengganggu teman.
5)
Tidak mau mengerjakan tugas- tugas dari guru.
6)
Tidak mau mengikuti aturan yang dibuat sekolah.
b. Tentukan perilaku, aktivitas atau
keterampilan yang akan diubah, misalnya:
1)
Tidak mau duduk.
2)
Tidak mau mendengarkana ketika guru berbicara.
3)
Keluar masuk kelas, dan sebagainya.
c.
Membagi perilaku yang akan diubah dalam unit-unit kecil.
d.
Tentukan reinforcement.
e.
Ubahlah atau ajarkan perilaku per bagian secara sistematik, terstruktur dan
dapat dinilai.
f.
Berikan bimbingan (bantuan + reinforcement), sedikit demi sedikit bantuan
tersebut ditiadakan. Pada anak hiperaktif perlu sikap tegas dan disiplin dari
guru. Pemberian reinforcement bisa negatif dan positif tergantung kondisi anak.
Reinforcement positif misalnya : memberi kasih sayang, acungan jempol,
memangku, memberi sesuatu yang disukai anak tetapi tidak membawa dampak negatif
pada anak. Reinforcement negatif misalanya : menarik tangan, menginjak kaki
(tanpa menimbulkan sakit) setiap anak akan pergi dari tempat duduk, melarang
dengan tegas apabila anak melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki dan
sebagainya. Reinforcement pada anak hiperaktif sangat subyektif, masing- masing
anak tidak sama. Pada anak hiperaktif rangsangan taktil yang berpa sentuhan
sangat berarti dan berpengaruh terhadap perilaku anak.
g.
Terus menerus dilakukan sampai aktivitas yang dikehendaki terwujud.
Apabila
aktivitas dikehendaki terwujud, maka hentikan reinforcement. Apabila setelah
dihentikan perilakunya mengarah kembali ke perilaku semula berikan lagi
reinforcement, sampai perilaku yang dikehendaki benar-benar menjadi kuat.
B.2. Kondisioning Melalui Penolakan
B.2.1.Asumsi
Teori
Berdasarkan
uraian pada landasan
teori tersebut
di atas dapat dikatakan
bahwa teori ini lebih menekankan ketegasan untuk menangani anak dengan
hiperaktif, jika harus mengatakan tidak maka katakan tidak.
Dalam pendekatan ini anak diajak untuk berpikir bagaimana mengndalikan diri.
Strategi perilaku yang dapat digunakan dengan mengatakan secara verbal tentang
aturan atau keharusan yang dapat dilakukan. Seperti “saya harus bekerja selama
5 menit”. Dalam waktu 1 menit harus sudah selesai. Pada pendekatan ini anak
hiperaktif diminta untuk menggambar garis-garis atau lingkaran-lingkaran kecil.
B.2.2. Langkah Penerapan Teknik
Kondisioning
Melalui Penolakan D’Allonzo (1996) mengemukakan pelaksanaan penggunakan teknik
kondisioning melalui penolakan sebagai berikut :
a.
Beri bantuan anak dan sejumlah
reinforcement
untuk mengarah ke perilaku atau berperilaku sesuai dengan tugas yang diberikan.
b.
Sebelum anak masuk ke dalam suatu kelompok bersama-sama teman lainnya, maka
diskusikan telebih dahulu dengan anak tentang identifikasi perilaku-perilaku
yang dapat dilakukan.
c.
Sikap tegas, perhatian yang khusus dan kualitas potensi kepemimpinan guru
ditunjukkan baik pada anak hiperaktif serta anak-anak lain yang ada di
dalamnya. Beri reinforcement, dengan cara ini dapat menghilangkan
perilaku-perilaku negatif.
B.3. Classic conditioning (
pengkondisian atau persyaratan klasik)
B.3.1.
Asumsi Teori
Berdasarkan
uraian pada landasan
teori tersebut
di atas dapat dikatakan bahwa
dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat
berubah sesuai dengan apa yang di inginkan.
Kalau perbuatan yang diinginkan dilakukan secara berulang-ulang,
rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya perilaku
yang diinginkan. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned
Respons. Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar- kelenjar yang lain pun dapat
dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan
pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul
tidak disadari manusia.
Classical
conditioning merupakan sebuah bentuk pengkondisian di mana seorang individu
merespon rangsangan yang biasanya tidak akan menghasilkan respons tersebut.
Dalam konteks ini ada dua hal yang harus dipenuhi, yaitu rangsangan yang
dikondisikan (conditioned stimulus) dan respons.
B.4.
Teori Belajar Kognitive
B.4.1.
Asumsi Teori
Pandangan Teori belajar kognitif untuk menangani anak hiperaktif sebenarnya didasarkan
pada keyakinan bahwa peserta didik aktif dalam upaya untuk memahami bagaimana
dunia bekerja. Pembelajar melakukan lebih dari sekedar menanggapi. Mereka
mencari informasi yang membantu mereka dari jawaban pertanyaan, mereka
memodifikasi pemahaman mereka berdasarkan pengetahuan baru, dan perubahan sikap
mereka dalam menanggapi peningkatan pemahaman. teori belajar kognitif pandangan
manusia sebagai "agen goal-directed yang aktif mencari informasi.
Siswa
Memahami tergantung pada apa yang dia tahu dalam usaha mereka untuk memahami
bagaimana di dunia bekerja, peserta didik menafsirkan pengalaman baru berdasarkan
apa yang mereka sudah tahu dan percaya. Sebagai contoh, sering anak-anak tetap
percaya bahwa bumi ini datar bahkan setelah guru menjelaskan bahwa itu adalah
sebuah bola. Beberapa anak kemudian menggambar permukaan datar seperti di dalam
atau di atas bola. Mereka beralasan bahwa orang tidak dapat berjalan di atas
bola, dan ide dari permukaan yang datar tadi anak-anak mengetahui dan memahami
ide untuk membantu mereka menjelaskan bagaimana orang dapat berdiri atau
berjalan di permukaan bumi. Contoh ini juga membantu kita melihat mengapa
menjelaskan sering tidak efektif untuk mengubah pemahaman peserta didik
Membangun Pembelajar Memahami dari Rekaman Pelajar tidak berperilaku seperti
tape recorder, merekam dalam ingatan mereka dalam bentuk di mana itu disajikan
segalanya, guru mengatakan kepada mereka atau apa yang mereka baca. Sebaliknya,
mereka menggunakan apa yang telah mereka ketahui untuk membangun pemahaman
tentang apa yang mereka dengar atau membaca yang masuk akal bagi mereka. Dalam
upaya mereka untuk membuat informasi baru dimengerti, mereka secara dramatis
dapat memodifikasi itu, begitu pula anak- anak yang membayangkan serabi pada
bola. Kebanyakan peneliti sekarang menerima gagasan bahwa siswa membangun
pemahaman mereka sendiri (greeno et al,1996).
Definisi Pembelajaran Dari perspektif
kognitif, belajar adalah perubahan dalam struktur mantal seseorang yang atas
kapasitas untuk menunjukkan perilaku yang berbeda. Perhatikan kalimat
"menciptakan kapasitas. Dari perspektif kognitif, belajar dapat terjadi
tanpa ada perubahan langsung dalam perilaku, bukti perubahan dalam struktur
mental dapat terjadi dalam beberapa waktu kemudian. "struktur mental"
bahwa perubahan termasuk skema, keyakinan, tujuan, harapan dan komponen lainnya.
B.5.Teori Belajar Sosial Learning
B.5.1.
Asumsi Teori
Dari landasan masalah tersebut di
atas teori ini berpandangan bahwa walaupun prinsip belajar sosial cukup
menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus
memperhatikan dua fenomea penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma
behaviorisme. Teori ini mengatakan bahwa sambil mengamati tingkah laku orang lain,
individu-individu belajar mengimitasi atau meniru tingkah laku tersebut atau
dalam hal tertentu menjadikan orang lain model bagi dirinya.Teori ini juga
berpendapat :
Pertama manusia dapat berfikir
dan mengatur tingkah lakunya sendiri; sehingga mereka bukan semata- mata
bidak yang menjadi objek pengaruh lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki
sendirian oleh lingkungan, karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi.
Kedua, banyak aspek fungsi kepribadian
melibatkan interaksi satu orang dengan orang lain. Dampaknya, teori kepribadian
yang memadai harus memperhitungkan konteks sosial di mana tingkah laku itu diperoleh
dan dipelihara. Teori Belajar Sosial (Social Learing Theory) dari Bandura
didasarkan pada tiga konsep :
1.
Determinis Resiprokal (reciprocal determinism): pendekatan yang menjelaskan
tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus menerus
antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang
menentukan/mempengaruhi tingkahlakunya dengan mengontrl lingkungan, tetapi
orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu.
Determinis
resiprokal adalah konsep yang penting dalam teori belajar sosial Bandura,
menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah laku. Teori belajar sosial
memakai saling- determinis sebagai prinsip dasar untuk menganalisis fenomena
psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari perkembangan intrapersonal
sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif dari organisasi dan
sistem sosial.
2.
Tanpa Renforsemen (beyond reinforcement), Bandura memandang teori Skinner dan
Hull terlalu bergantung pada renforsemen. Jika setiap unit respon sosial yang kompleks
harus dipilah-pilah untuk direforse satu persatu, bisa jadi orang malah tidak
belajar apapun. Menurutnya, reforsemen penting dalam menentukan apakah suatu
tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu- satunya
pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan
mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi
tanpa ada renforsemen yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh
antisipasi konsekuensi, itu merupakan pokok teori belajar sosial.
3.
Kognisi dan Regulasi diri (Self- regulation/cognition): Teori belajar
tradisional sering terhalang oleh ketidaksenangan atau ketidak mampuan mereka
untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep bandura menempatkan manusia sebagai
pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi
tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif,
mengadakan konsekuensi bagi bagi tingkahlakunya sendiri. Hubungan antara
tingkah laku (T) – Pribadi (P) – Lingkungan (L) menurut Pavlop, Skinner; Lewin
dan Bandura.
Bandura melukiskan : Teori Belajar
Sosial berusaha menjelaskan tingkahlaku manusia dari segi interaksi
timbal-balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkahlaku, dan
faktor lingkungan. Dalam proses determinisme timbal-balik itulah terletak
kesempatan bagi manusia untuk mempengaruhi nasibnya maupun batas-batas
kemampuannya untuk memimpin diri sendiri (self-direction). Konsepsi tentang
cara manusia berfungsi semacam ini tidak menempatkan orang semata-mata sebagai
objek tak berdaya yang dikontrol oleh pengaruh-pengaruh lingkungan ataupun
sebagai pelaku-pelaku bebas yang dapat menjadi apa yang dipilihnya. Manusia dan
lingkungannya merupakan faktor- faktor yang saling menentukan secara timbal
balik (Bandura, 1977) Teori Belajar Sosial dari bandura yang paling luas
diteliti adalah Efikasi Diri dan Penelitian Observasi (Penelitian Modeling). a.
Efikasi Diri Dua pengertian penting :
1.
Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effication – efficacy expectation)
adalah “Persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi
dalam situasi tertentu.“ Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri
memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan.
2.
Ekspektasi hasil (outcome expectation): perkiraan atau estimasi diri bahwa
tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu. Efikasi
adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk,
tepat atau salah, bias atau tidak bias mengerjakan sesuai dengan yang
dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena
cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai),
sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Seorang dokter ahli
bedah, pasti mempunyai ekspektasi efikasi yang tinggi, bahwa dirinya mampu
melaksanakan operasi tumor sesuai dengan standar professional. Namun ekspektasi
hasilnya bias rendah, karena hasil operasi itu sangat tergantung kepada daya
tahan jantung pasien, kemurnia obat abtibiotik, sterilisasi dan infeksi, dan
sebagainya. Sumber Efikasi Diri Perubahan tingkah laku, dalam system bandura
kuncinya adalah perubahan ekspektasi efikasi (efikasi diri).
Efikasi
diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan
atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber yakni :
1.
Pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment),
2.
Pengalaman Vikarius (vicarious experience),
3.
Persuasi Sosial (Social Persuation) dan
4.
Pembangkitan Emosi (Emotional/ Psysilogical states). - Modeling Mengubah
Tingkah laku lama : Dua dampat modeling terhadap tingkah laku lama : pertama,
tingkah laku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang
sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima secara
sosial dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingkah laku
yang tidak diterima secara sosial, tergantung apakah tingkahlaku model itu
diganjar atau dihukum.
-
Modeling Simbolik: Dewasa ini sebagian besar tingkahlaku berbentuk simbolik.
Film dan televisi menyajikan contoh tingkahlaku yang tidak terhitung yang
mungkin mempengaruhi pengamatnya. Sajian itu berpotensi sebagai sumber model
tingkah laku.
-
Modeling Kondisioning: Modeling dapat digabung dengan kondisioning klasik
menjadi kondisioning klasik vikarius (vicarious classical conditioning).
Modelilng semacam ini banyak dipakai untuk mempelajari respon emosional.
Faktor-faktor Penting dalam Belajar Melalui Observasi.
1.
Perhatian (attention process)
2.
Representasi (representasi process)
3.
Peniruan tingkah laku model (behavior production process)
4. Motivasi dan Penguatan (motivation and
reinforcemen process)
B.5.2. APLIKASI TEORI
Bandura
mengusulkan tiga macam pendekatan tritmen, yakni :
1.
Latihan Penguasaan (desensitisasi modeling): mengajari klien menguasai
tingkahlaku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnya karena takut).
Tritmen konseling dimulai dengan membantu klien mencapai relaksasi yang
mendalam. Kemudian konselor meminta klien membayangkan hal yang menakutkannya
secara bertahap. Misalnya, ular, dibayangkan melihat ular mainan di etalase
toko. Kalau klien dapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut, mereka
diminta membayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian melihat ular
dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh ular, sampai akhirnya menggendong
ular. Ini adalah model desensitisasi sistemik yang pada paradigma behaviorrisme
dilakukan dengan memanfaatkan variasi penguatan. Bandura memakai desesitisasi
sistematik itu dalam fikiran (karena itu teknik ini terkadang disebut; modeling
kognitif) tanpa memakai penguatan yang nyata.
2.
Modeling terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model nyata, biasanya
diikuti dengan klien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya
meniru tingkahlaku yang dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan sendiri
tanpa bantuan.
3.
Modeling Simbolik; Klien melihat model dalam film, atau gambar/cerita. Kepuasan
vikarious (melihat model mendapat penguatan) mendorong klien untuk mencoba/meniru
tingkahlaku modelnya.
BABA
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hiperaktif adalah anak yang
mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau
attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut
sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain
dysfunction syndrome. Gangguan hiperkinetik adalah gangguan pada anak yang
timbul pada masa perkembangan dini (sebelum berusia tujuh tahun) dengan ciri
utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif dan impulsif. Ciri perilaku
ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut hingga dewasa. Akibat dari
tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif dan impulsif anak hiperaktif
menjadi memiliki masalah dalam belajar.
Alternatif Pandangan teori belajar yang berhubungan untuk menangani anak
hiperaktif, Teori Conditioning, Teori
Kognitive, Terori Sosial Learning.
·
Teori Conditioning
Ada dua hal pokok dalam
pendekatan kondisioning aktif, yaitu perilaku dan lingkungan. Perilaku dalam
pengertian operant ini adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh inidvidu.
Hampir semua perilaku seperti lari, bicara, berpikir, dan aktivitas lain yang
dapat diamati. Lingkungan dalam pengertian ini adalah formula yang menyangkut
segala sesuatu yang mempunyai efek terhadap individu, baik dengan segera atau
tidak. Lingkungan melibatkan inidvidu itu sendiri, karena penentu perilaku saat
ini adalah mungkin perilaku sebelumnya. Kejadian yang mengikuti hanya peristiwa
lingkungan sebagai konsekuensi peristiwa yang mengikutinya. Dalam kondisioning
aktif ini penekanannya diberikan kemungkinan (probabilitas) terjadinya suatu
perilaku. Pengertian probabilitas adalah frekuensi terjadinya perilaku di bawah
kondisi lingkungan tertentu.
·
. Teori belajar kognitif
Lebih menekankan pada
belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia.
·
Teori
Belajar Sosial Learning
Teori
Belajar Sosial Learning tingkah laku manusia sebagian besar
adalah hasil pemerolehan, dan bahwa prinsip- prinsip belajar adalah cukup untuk
menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang dan menetap.
B.
Saran
Dengan mengetahui macam-macam teori
belajar dan pandangan teori tersebut untuk menangani anak
hiperaktif diharapkan
agar guru dapat menerapkan teori tersebut sesuai dengan kemampuan, situasi dan
kondisi lingkungan belajar, sehingga tercipta kenyamanan dan keberhasilan dalam
proses belajar dan pembelajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Dalyono.
M, Psikologi Pendidikan, Jakarta:
Rineka Cipta.
Djaelani.
B.M, Psikologi Pendidikan, Sukamaju
Depok: Cv Arya Duta.
Asri.
B. C, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta.
tutorialpendidikankewarganegaraan.blogspot.com/2011/09/tutorial-pendidikan-ppkn.html?m=1
www.gurusukses.com/belajar-teori-dan-implementasinya-dalam-pembelajaran-1
koffieenco.blogspot.com/2013/07/teori-belajar-kognitif.html?m=1
septianindi.blogspot.com/2013/05/cara-mengatasi-anak-hiperaktif.html?m=1
romiariyanto.blogspot.com/2011/01/modul-penerapan-teknik-modifikasi.html?m=1
solehamini.blogspot.com/2010/06/teori-belajar-sosial-social-learning.html?m=1
blogmarlis.blogspot.com/2013/06/teori-belajar-kognitif.html?m=1
magister-pendidikan.blogspot.com/p/teori-kognitif.html?m=1
id.m.wikipedia.org/wiki/Teori_Kognitif_Sosial
elmisbah.wordpress.com/teori-pavlov/
No comments:
Post a Comment