BAB I
PENDAHULUAN
Sampai saat ini, penelitian mengenai pengolahan sensorik dan penelitian
tentang kontrol motor telah mengikuti jalur paralel tapi independen. Partisi
dari dua garis penelitian dalam praktek sebagian berasal dari dan sebagian
dipupuk pandangan bipartit pengolahan sensorimotor di otak - bahwa sistem
sensori / perseptual membuat representasi tujuan umum dunia yang berfungsi
sebagai input ke sistem motor ( sistem kognitif dan lainnya) yang menghasilkan tindakan /
perilaku sebagai output. Di satu sisi, pandangan
ini telah membawa para peneliti dalam persepsi untuk mempelajari bagaimana
menggunakan informasi sensorik pengamat untuk secara eksplisit memperkirakan
berbagai properti objek dan adegan-adegan tanpa referensi bagaimana seorang
pengamat dapat menggunakan informasi tersebut untuk memandu perilaku.
Pada saat yang sama, para peneliti dalam kontrol motor telah
mengembangkan pemahaman yang meningkat tentang bagaimana keterbatasan dan
ketidakpastian sensorik sensoris dapat membentuk strategi motor yang
mempekerjakan manusia untuk melakukan tugas. Selain itu, banyak aspek dari
masalah sensorimotor kontrol khusus untuk pemetaan dari sinyal sensorik ke
output motor dan tidak ada baik di domain di isolasi. Kontrol umpan balik
sensoris dari gerakan tangan, mengkoordinasikan transformasi representasi
spasial dan pengaruh kecepatan pemrosesan dan perhatian pada kontribusi
sensorik untuk kontrol motor hanya beberapa ini. Singkatnya, untuk memahami
bagaimana manusia (dan hewan) pelaku menggunakan informasi sensoris untuk
memandu perilaku motor, kita harus mempelajari sistem sensorik dan motorik
sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi dan bukan sebagai modul decomposable dalam urutan langkah pengolahan diskrit.
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Proses Sensomotorik?
2. Apakah yang terjadi dalam proses – proses penting selama tahapan
proses sensomotorik?
3. Mengapa kita perlu mengassesmen anak dalam proses sensomotorik?
4. Strategi yang seperti apa untuk
mengatasi anak dalam perkembangan
proses sensomotorik ?
B. Tujuan Penulisan Makalah
1.
Untuk
mengetahui maksud dari Proses Sensomotorik.
2.
Untuk
memberikan informasi tentang Proses Sensomotorik yang
dialami anak terhadap peserta didik.
3.
Untuk
mengetahui peranan dan pemecahan masalah Proses Sensomotorik untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
4.
Untuk memenuhi
tugas mata kuliah Sensomotorik yang
membahas tentang Proses sensorimotor.
C. Manfaat Penulisan Makalah
Penulis
berharap, makalah ini memberikan manfaat:
1)
Agar pembaca
mengetahui apa saja proses sensomotorik yang dialami
anak.
2)
Agar pembaca
memahami hal apa saja yang berpengaruh pada perkembangan peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
PROSES
SENSOMOTORIK
Menurut Piaget, perkembangan
kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil perkembangan
susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme
dengan dunianya; 3) interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh
dalam hubungannya dengan lingkungan social, dan 4) ekullibrasi, yaitu adanya
kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mampu
mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.System
yang mengatur dari dalam mempunyai dua factor, yaitu skema dan adaptasi. Skema
berhubungan dengan pola tingkah laku yang teratur yang diperhatikan oleh
organisme yang merupakan
akumulasi dari tingkah laku yang sederhana hingga yang kompleks. Sedangkan
adaptasi adalah fungsi penyesuaian terhadap lingkungan yang terdiri atas proses
asimilasi dan akomodasi.
Enam Periode dalam Tahapan
Sensorimotor Piaget
Tahap
sensorimotor Piaget : umur 0 – 2 tahun.
Tahap paling
awal perkembangan kognitif terjadi pada waktu bayi lahir sampai sekitar berumur
2 tahun. Tahap ini disebut tahap sensorimotor oleh Piaget. Pada tahap
sensorimotor, intelegensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak
terhadap lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamak, mendengar, membau
(mencium) dan lain-lain. Pada tahap sensorimotor, gagasan anak mengenai suatu
benda berkembang dari periode “belum mempunyai gagasan” menjadi “ sudah
mempunyai gagasan”. Gagasan mengenai benda sangat berkaitan dengan konsep anak
tentang ruang dan waktu yang juga belum terakomodasi dengan baik. Struktur
ruang dan waktu belum jelas dan masih terpotong-potong, belum dapat
disistematisir dan diurutkan dengan logis.
Menurut
Piaget, mekanisme perkembangan sensorimotor ini menggunakan proses asimilasi
dan akomodasi. Tahap-tahap perkembangan kognitif anak dikembangkan dengan
perlahan-lahan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema anak
karena adanya masukan, rangsangan, atau kontak dengan pengalaman dan situasi
yang baru.
Piaget membagi tahap sensorimotor
dalam enam periode, yaitu:
· Periode
1 : Refleks (umur 0 – 1 bulan)
Periode
paling awal tahap sensorimotor adalah periode refleks. Ini berkembang sejak
bayi lahir sampai sekitar berumur 1 bulan. Pada periode ini, tingkah laku bayi
lebih banyak bersifat refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak terbedakan.
Tindakan seorang bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang
ditanggapi secara refleks.
· Periode
2 : Kebiasaan (umur 1 – 4 bulan)
Pada periode
perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasan-kebiasaan awal. Kebiasaan
dibuat dengan mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan.
Refleks-refleks yang dibuat diasimilasikan dengan skema yang telah dimiliki dan
menjadi semacam kebiasaan, terlebih dari refleks tersebut menghasilkan sesuatu.
Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan benda-benda di dekatnya. Ia
mulai mengadakan diferensiasi akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada
periode ini pula, koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan
mata dan telinga. Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya. Ia
juga mulai menggerakkan kepala ke sumber suara yang ia dengar. Suara dan
penglihatan bekerja bersama. Ini merupakan suatu tahap penting untuk
menumbuhkan konsep benda.
· Periode
3 : Reproduksi kejadian yang menarik (umur 4 – 8 bulan)
Pada periode
ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di
sekitarnya (Piaget dan Inhelder 1969). Tingkah laku bayi semakin berorientasi
pada objek dan kejadian di luar tubuhnya sendiri. Ia menunjukkan koordinasi
antara penglihatan dan rasa jamah (perabaan). Pada periode ini, seorang bayi
juga menciptakan kembali kejadian-kejadian yang menarik baginya. Ia mencoba
menghadirkan dan mengulang kembali peristiwa yang menyenangkan diri (reaksi
sirkuler sekunder). Piaget mengamati bahwa bila seorang anak dihadapkan pada
sebuah benda yang dikenal, seringkali hanya menunjukkan reaksi singkat dan
tidak mau memperhatikan agak lama. Oleh Piaget, ini diartikan sebagai suatu
“pengiyaan” akan arti benda itu seakan ia mengetahuinya.
· Periode
4 : Koordinasi Skemata (umur 8 – 12 bulan)
Pada periode
ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya. Ia
sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Sarana-sarana yang
digunakan untuk mencapai tujuan atau hasil diperoleh dari koordinasi
skema-skema yang telah ia ketahui. Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk
menyatukan tingkah laku yang sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan
tertentu. Pada periode ini, seorang bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya
(permanensi) suatu benda. Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat mencari
benda yang tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyaikonsep tentang ruang.
· Periode
5 : Eksperimen (umur 12 – 18 bulan)
Unsur pokok
pada periode ini adalah mulainya anak mengembangkan cara-cara baru untuk
mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan pada
suatu persoalan yang tidak dipecahkan dengan skema yang ada, anak akan mulai
mecoba-coba dengan Trial and Error untuk menemukan cara yang baru guna
memecahkan persoalan tersebut atau dengan kata lain ia mencoba mengembangkan
skema yang baru. Pada periode ini, anak lebih mengamati benda-benda
disekitarnya dan mengamati bagaimana benda-benda di sekitarnya bertingkah laku
dalam situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi
sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang baru. Pada
periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan lengkap. Tentang
keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi perpindahan benda-benda
secara menyeluruh bila benda-benda itu dapat dilihat secara serentak.
· Periode
Representasi (umur 18 – 24 bulan)
Periode ini
adalah periode terakhir pada tahap intelegensi sensorimotor. Seorang anak sudah
mulai dapat menemukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis
dan eksternal, tetapi juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya. Pada
periode ini, anak berpindah dari periode intelegensi sensori motor ke
intelegensi representatif. Secara mental, seorang anak mulai dapat
menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat menyelesaikan suatu persoalan
dengan gambaran tersebut. Konsep benda pada tahap ini sudah maju, representasi
ini membiarkan anak untuk mencari dan menemukan objek-objek yang tersembunyi.
Sedangkan dalam konsep keruangan, anak mulai sadar akan gerakan suatu benda
sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila benda itu tidak kelihatan
lagi.
Karakteristik
anak yang berada pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a. Berfikir
melalui perbuatan (gerak),
b. Perkembangan
fisik yang dapat diamati adalah gerak-gerak refleks sampai ia dapat berjalan
dan berbicara,
c. Belajar
mengkoordinasi akal dan geraknya,
d. Cenderung
intuitif egosentris, tidak rasional dan tidak logis.
Ciri-ciri
sensorimotor
- Didasarkan tindakan praktis.
- Inteligensi bersifat aksi, bukan refleksi.
- Menyangkut jarak yang pendek antara subjek dan objek.
- Mengenai periode sensorimotor:
·
Umur hanyalah
pendekatan. Periode-periode tergantung pada banyak faktor:
lingkungan sosial dan kematangan fisik.
·
Urutan periode tetap.
·
Perkembangan gradual dan
merupakan proses yang kontinu.
Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat
tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa
setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis
muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur
melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini
adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam
tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek
dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak
kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat
mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua
benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat
walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional
mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun.
Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan
kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif
bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu,
mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut
berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari
orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami
perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif
di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
Tahapan operasional
konkrit
Tahapan ini adalah
tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas
tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai.
Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan: kemampuan untuk
mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila
diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling
besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi: kemampuan untuk memberi
nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya,
atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat
menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki
keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering: anak mulai
mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa
memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar
tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility: anak mulai memahami
bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal.
Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan
sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi: memahami bahwa
kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan
pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh,
bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu
bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan
tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme: kemampuan untuk melihat
sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir
dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan
Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang
memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan.
Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap
menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu
sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Tahapan operasional
formal
Tahap operasional formal
adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini
mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas)
dan terus berlanjut sampai dewasa.
Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara
abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta,
bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk
hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat
dari faktor biologis,
tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya),
menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis,
kognitif, penalaran moral, perkembangan
psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai
perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan
berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional
konkrit.
Informasi umum mengenai
tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
- Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia
bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang
diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
- Universal (tidak terkait budaya)
- Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari
operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan
isi pengetahuan
- Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang
terorganisasi secara logis
- Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan
mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi
dan terintegrasi)
- Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif
dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif
Proses perkembangan
Seorang individu dalam
hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut,
seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang
membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan
tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau
mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik
kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring
dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya
digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya
ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis
binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari,
anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning,
dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta.
Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung
untuk memasukkan jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses
menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat
subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau
informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada
sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label
"burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung
si anak.
Akomodasi adalah bentuk
penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat
adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam
proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam
contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung
sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang
itu pada skema burung si anak.
Melalui kedua proses
penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga
bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut
dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium,
yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya
di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut
selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognisi
seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif
tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Jean
Piaget menekankan bahwa anak-anak membangun secara aktif dunia kognitif
mereka; informasi tidak sekadar dituangkan ke dalam pikiran mereka dari
lingkungan. Seorang anak melalui
serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa.
Proses kognitif Piaget meliputi:
o Skema à kerangka kognitif / kerangka referensi
o Asimilasi àproses sso memasukkan pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yg
sudah ada
o Akomodasi àmenyesuaikan diri dengan infomasi yg baru
o Organisasi à mengelompokkan perilaku/ konsep kedalam kelompok2 yg
terpisah ke dalm sistem kognitif yang lebih tertib, lancar; dengan menggunakan
kategori2 à meningkatkan LTM
o Ekulibirasi à bergerak dari satu tahap ke tahap yg lain à rawan konflik dalam usahanya memahami unia (dsekulibium). Jika
berhasil akan mendapatkan keseimbangan pemikiran
Tahap-tahap perkembangan Piaget secara kualitatif sangatlah berbeda antara
lain:
1.
Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)
2.
Tahap praoperasional (2-7 tahun)
3.
Tahap operasi konkret (7-11 tahun)
4.
Tahap operasi formal (mulai 11 atau 12 tahun)
Sedangkan tahap sensorimotorik terbagi menjadi 6 periode:
1.
Periode 1: refleks (0 – 1
bulan)
2.
Periode 2: kebiasaan (1 – 4
bulan)
3.
Periode 3: reproduksi (4 –
8 bulan)
4.
Periode 4: koordinasi
skemata (8 – 12 bulan)
5.
Periode 5: eksperimen (12 –
18 bulan)
6.
Periode 6: representasi (18
– 24 bulan)
Ciri-ciri
sensorimotor
§ Didasarkan tindakan praktis.
§ Inteligensi bersifat aksi, bukan refleksi.
§ Menyangkut jarak yang pendek antara subjek dan objek.
§ Mengenai periode sensorimotor:
o Umur hanyalah pendekatan. Periode-periode
tergantung pada banyak faktor:
lingkungan sosial dan kematangan fisik.
o Urutan periode tetap.
o Perkembangan gradual dan merupakan proses yang kontinu.
No comments:
Post a Comment